Friday, March 16, 2012

Cerita Pendek (Cerpen) Bagus dan Menarik

Lisya dan Semangatnya

"seminggu lagi Ujian Nasional, apakah aku bisa melewatinya dengan Hasil yang memuaskan? sekolah mana yang akan mengajakku untuk lebih mengenal ilmu pendidikan? hmmm ..." Lisya menggumam, mencoba menghilangkan segala pertanyaan yang sering kali timbul di benaknya. kembali ia menghembuskan nafasnya yang masih terasa enggan untuk dikeluarkan. Lisya melirik jam tangan yang melingkar dilengannya, jarum jam telah menunjukkan pukul 10.25. sebentar lagi bel tanda istirahat berakhir. Namun baru beberapa siswa saja yang sudah memasuki ruang kelas, lebih dari setengah teman sekelasnya belum memasuki ruangan. Lisya mengangkat lengannya dan menariknya bersamaan kearah atas kepalanya. "hmmm,,,, semangat". Desisnya dalam hati.
"Lis," panggil Ani yang baru saja masuk ruang kelasnya. Langkah ani yang tergolong cepat mulai mendekati keberadaan Lisya.
"ada apa An" tanya Lisya dengan suara lembut. 
"aku dapat informasi, dengar-dengar siswa yang mendapat nilai murni matematika diatas 60,00 akan mendapat hadiah dari bu Mei" jelas Ana .
"emm,,, lantas apa hubungannya denganKu" tanya Lisya heran.
"Ya ampun,,, Lisya, apa kamu tak ada minat untuk mendapatkan hadiah itu, lumayan lhoo,,,, dah dapat nilai bagus, dapat juga hadiah, siapa yang tidak mau di beri hadiah Lisya"
"Iya,,, aku tahu, tapi apakah aku mampu? aku bodoh masalah Matematika Ana, belajar 1 Minggu penuh pun rasanya tidak mungkin untuk mendapat kan nilai Murni 60.00 " jelas Lisya panjang lebar.
"Lisya, apa sih yang tidak mungkin di dunia ini?  asalkan kamu mau berusaha dan belajar terus, insyaallah kamu bisa" 
Lisya hanya diam, seraya memikirkan kata-kata Ana yang baru saja di dengarnya. sementara Ana hanya menatap wajah Lisya yang tampak bingung. "Tettttt,,, tettt" suara bel berbunyi, Ana langsung duduk di samping Lisya yang masih saja diam tanpa kata. Selang beberapa menit Bu Mei yang mengajar mata pelajaran matematika itu pun masuk keruang kelas, suara siswa yang tadinya  ramai seperti pasar pagi yang baru saja membuka obralan baju murah, sesaat menjadi hening. Bu Mei mulai melakukan aktifitasnya diatas meja yang sudah menjadi kebiasaannya setiap jam mengajar. mulai membuka buku absensi dan mengabsen siswa satu  persatu.

“baiklah anak-anak , minggu kemarin ibu tidak bisa mengajar kalian karena ada urusan penting, tapi ibu sudah meninggalkan tugas untuk kalian, sudah dikerjakan belum?” Tanya bu Mei sambil mengambil buku yang ada di meja.
“sudah bu” jawab siswa hampir berbarengan.
“O, iya ibu ada informasi, ibu berniat untuk memberikan hadiah kepada siswa yang mendapatkan nilai matematika diatas 60,00 dengan hasil yang murni, ibu berharap dari sekian banyak siswa kelas IX di Sekolah kita ini ada yang mampu mencapainya, dan jangan lupa UN sudah dekat, jadi jangan bermalas-malas lagi dalam belajar, waktu bermainnya dikurangi, supaya bisa menghadapi UN dengan hasil yang bagus”. Jelas Bu Mei Hertati yang dikenal sebagai guru terapi di sekolah SMP N. 1 Harapan.
“Tuh kan bener, informasi aku tuh tidak salah Lis,” sambung Ana dengan suara lirih kepada Lisya yang lagi asyik menggoyang-goyangkan Pulpennya.
“kalau menurut aku Lis ya, aku yakin kamu pasti bisa untuk mendapatkan nilai di atas 60,00 itu, yakinlah, asalkan kamu mau berusaha” sambung Ana.
Lisya masih saja diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Dia masih asyik dengan pikirannya sendiri, tanpa memperdulikan ocehan-ocehan Ana juga Bu Mei yang sedang mengajar dikelasnya. Entah kenapa hari ini merupakan hari yang membosankan bagi Lisya. Padahal sudah berulang kali ia mengaturkan kata-kata semangat di benaknya. Tapi tetap saja itu tidak mengubah kebosanannya.
*** Beberapa minggu Kemudian ***
Lisya terlonjak kegirangan setelah mengetahui nilai Matematika diatas 60,00. betapa tidak hanya 5 orang siswa yang mendapatkan nilai diatas 60,00. Ternyata usaha Lisya selama 1 minggu untuk lebih mengenali Matematika itu tidak sia-sia. Ia benar-benar mendapatkan hasil yang bagus di bandingkan dengan teman-temannya. Ditambah lagi NIM Ujian Nasional Lisya tidak kalah saingan dengan teman-temannya yang tergolong pintar disekolahnya.
Pendaftaran siswa baru jenjang SMA pun telah dibuka. Keinginan Lisya untuk melanjutkan sekolahnya ke SMA Negeri 1 Harapan pun terlepas. Karena keinginan yang berbeda dari dirinya dan orang tuanya. Orang tua Lisya yang menginginkan Lisya untuk melanjutkan sekolahnya di SMA Negeri 2 Harapan tidak bisa Lisya kelaknya, apalagi itu merupakan pendapat ayahnya yang tergolong agak keras. Sekuat apapun alasan Lisya pasti tidak akan mengubah pikiran ayahnya. Namun Lisya tak berberat hati, jika itu bisa membuat ia tetap sekolah, sekolah dimanapun ia mau. Yang penting ia tidak putus sekolah.
Beberapa hari kemudian. Penerimaan siswa baru tahap pertama di SMA Negeri 2 Harapan telah diumumkan melalui media massa. Namun betapa Sedih dan Kecewanya Lisya karena ia tidak tertera dalam daftar nama siswa yang diterima di tahap pertama sementara ia telah didaftarkan oleh Kepala Sekolah. Lisya mulai mencari tahu kenapa ia tidak diterima di SMA Negeri 2 Harapan. Padahal jika dilihat dari NIM siswa yang diterima, NIM Lisya masih bisa dikategorikan lolos dalam penerimaan siswa tahap pertama.
Keesokan harinya, Lisya dan 2 temannya, Raffi dan Dien pergi menuju SMA negeri 2 Harapan dengan membawa berkas-berkas pendaftaran dan pesan dari Bu Mei yang mendukung tindakan Lisya.
Sesampai di SMA Negeri 2 Harapan, Lisya benar-benar bingung. Apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu, 1 orang pun tak ada yang ia kenal. Jangankan melihat mereka saja pun belum pernah. Akhirnya ia memberanikan diri menghadap seorang guru yang ada di ruang PSB. Rosdiana, yah, Rosdiana nama guru tersebut.
“Emm, maaf bu, mau tanya” sapa Lisya bersikap sopan.
“tanya apa ? “ jawab Bu Rosdiana
“kenapa nama kami tidak ada di daftar siswa yang diterima di SMA ini?” tanya Lisya dengan nada lembut dan gemetar.
“berarti kamu tidak diterima” jawab Bu Rosdiana agak Ketus.
“Tapi, maaf bu jika dilihat dari NIM kami, kami masuk di SMA ini” sambung Lisya dengan rasa takut dan gemetar.
“berapa NIM kamu?” tanya Bu’ Rosdiana dengan suara masih tergolong kasar.
“30,30” jawab Lisya mencoba tenang.
Bu Rosdiana terdiam seraya berfikir, diambilnya berkas-berkas yang dibawa oleh Lisya. “coba kamu menghadap Pak Luky” perintah Bu Rosdiana dengan suara yang sudah kembali lembut dan enak didengar. Disini lah Lisya dibuat bingung kembali, ia tidak pernah tahu dan tidak pernah kenal dengan yang namanya Pak Luky. Kesana kemri ia bersama temannya mencari yang namanya Pak Luky, bingung, takut, malu, ragu, itu yang dirasakan Lisya ketika itu. Akhirnya ia memberanikan diri bertanya kepada seorang guru yang ternyata itu adalah Pak Luky. Emm malu dech jadinya…
***
Dengan usaha yang butuh keberanian dan semangat yang kuat tanpa bantuan dan pendamping dari orang tuanya apa lagi dari saudaranya yang tidak pernah tahu bahkan tak ingin tahu tentang keluhan dan semangat Lisya hari itu. Akhirnya Lisya dan kedua temannya dapat mengikuti Tes penerimaan siswa baru tahap ke 2. Namun sangat disayangkan, salah satu dari temannya tidak lolos dalam tes tahap kedua. Emm…. Sedih bercampur gembira. Mungkin nasib itulah yang diberikan tuhan untuk temannya. Lisya tak dapat berbuat apa-apa selain berdoa semoga temannya masih tetap dapat melanjutkan pendidikannya disekolah lain.
Selesai



No comments:

Post a Comment