Saturday, March 24, 2012

Kepahitan di Balik Cinta1


Pertama

“Huaamm…” terdengar suara lirih seorang gadis dari arah kamar tempat tidurnya. Pagi ini ia merasa enggan untuk membukakan kelopak matanya, “ngantuk” itu yang masih ia rasakan sejak pukul 04.30 tadi. Mungkin karena hari minggu kali yach. “VANI” yach Vani adalah nama panggila gadis itu, VANI LORESTA, emm nama yang lumayan bagus.

”Vani….. bangunlah nak, sudah siang, ibu dan ayah mau pergi ke rumah nenek, kamu mau ikut tidak?” Tanya sang ibu yang sedang asik menyiapkan menu sarapan pagi. Wawww… bisa dibayangkan tuh, gimana kuatnya suara sang ibu.

”Emmm…. Iya bu”. Sahut Vani dengan rasa malas. Terbesit juga dipikiran Vani untuk ikut ibu dan ayahnya ke rumah neneknya. Segera ia beranjak dari tempat tidurnya dan langsung berjalan menuju tempat keberadaan ibunya.

“Kamu itu  bagaimana sih Vani, mentang-mentang hari minggu, bangunnya kesiangan, tidak baik nak kamu itu seorang gadis, bagaimana kalau kamu sudah berkeluarga nanti, suami mu pasti akan marah” Jelas sang ibu panjang lebar.

“Yach ibu, sekali-sekali kan gax apa-apa, anggap-anggap aja refresing” Bantah Vani sambil berjalan ke kamar mandi.

“Byyuuuurrr…. suara air yang membasahi wajah Vani. “emm segar..” desisnya lirih.

“Yach sudah, buruan mandi, ayah dan ibu sebentar lagi mau berangkat” perintah sang ibu dengan lembut dan penuh perhatian.
“Oke Mom…” timbal Vani dengan semangat.

Vani kembali ke kamarnya dan mengambil sehelai handuk kesayangannya. Saat melintas di depan cermin Vani terhenti. Diliriknya wajahnya yang bersih itu. “eemm… aku kok mirip ibu yach? Kenapa gx mirip ayah saja, kan unik. Hehehee…. “ Vani tersenyum sendiri sembari menatap wajahnya yang masih terpajang didepan cermin. Lama-kelamaan Vani bisa jadi orang stress nih. Senyam senyum sendiri didepan cermin. Tapi untung saja itu tak berlangsung lama. Kalau saja itu berlanjut emmm.. bakal beneran terjadi tuh.

Jarum jam terus berjalan, hingga menunjukkan pukul 08.30. Namun Vani tak juga keluar dari kamarnya. Ntah apa yang ia kerjakan. Dari selesai sarapan ia tak menampakkan wajahnya di depan sang ibu dan sang ayah. Sang ibu yang dari tadi menunggunya di depan merasa habis juga kesabarannya.

“Vani… Cepetan” teriak sang ibu dari depan pintu.
“Iya sebentar” timbal Vani.
Tak lama kemudian Vani muncul juga dari kamarnya. Tampak asri juga melihat penampilannya yang rapi dan unik itu. Sang ibu yang tadi tak sabar menunggunya akhirnya luluh juga saat melihat kerapian sang anak. Emm… mudah sekali yach cara Vani meluluhkan hati orang tuanya. Hahaha…. Saya kapan yach (ngimpi).

“Lets go” seru Vani penuh semangat.
Sang ibu yang mendengarnya hanya tersenyum melihat Vani yang begitu bersemangat. Kendaraan roda 4 itu akhirnya bergerak dan melaju dengan santai menuju sebuah Desa yang lumayan agak jauh. “Banurejo” nama Desa yang bakal kedatangan tamu dari kota kecil yang bernama Simpang itu. (seperti orang elit saja hehehe).

Sepanjang perjalanan Vani asyik melihat-lihat pemandangan yang ada di pinggiran jalan. Sementara ibu dan ayahnya asyik berbincang-bincang, ntah apa yang sedang mereka bicarakan. Angin sepoi-sepoi yang masuk ke ruangan mobil ayahnya membuat rambut Vani menari-nari dengan lembut. Sesekali ia membenahi rambutnya yang melambai-lambai di wajahnya. Sementara mata dan pandangannya masih tetap tertuju pada pemandangan disekitar jalan. Ahh… indahnya nikmat Tuhan. Nuansa alam yang begitu enak dipandang membuat sejuk dalam jiwa. Membuat orang merasa damai saat menikmati kelembutan angin pagi itu.

Sssttttt…. Mobil yang membawa 3 orang 1 keluarga itu tiba di depan rumah yang terlihat asri. Tampak disana seorang wanita dan laki-laki yang sudah cukup tua beranjak dari tempat duduknya dan melangkah mendekati mobil yang berhenti di depan rumah nya. Senyum keduanya tak hilang-hilang dari raut wajahnya.
”Nenek” panggil Vani yang baru keluar dari mobilnya.
Sang nenek yang mendapat sapaan dari cucunya menambahkan senyuman kasih sayang diwajahnya. Mungkin rasa rindunya kepada sang cucu sudah cukup mendalam. Dipeluknya cucu kesayangannya yang masih remaja itu.
“Bagaimana kabar nenek?” Tanya Vani lembut.
”Alhamdulillah baik, Vani gimana? Tanya sang nenek.
“Baik nek” jawab Vani lembut dan kembali memeluk neneknya.


“Sudah, kita masuk dulu, tidak enak dilihat tetangga” ajak sang kakek kepada anak-anak dan cucunya.

***


Tetttttt…… tetttt………
Suara bel masuk sudah diperdengarkan. Siswa-siswa yang tadinya asyik menghabiskan waktunya bercerita tentang moment-moment yang mereka alami di hari minggu kemarin. Kini harus terputus oleh suara Bel tanda dimulainya Upacara Bendera yang mana merupakan rutinitas setiap Sekolah. Kekecewaan nampak diwajah mereka. Tapi yach mau bagaimana lagi itu lah aturan yang harus dijalani oleh siswa-siswi SMA N.1 Simpang itu.


Upacara pagi itu berjalan dengan hikmat, meskipun tidak sedikit siswa yang mengeluh kepanasan, pegel, bosan dan tentunya melelahkan berdiri lebih dari setengah jam. Terutama siswa-siswa yang terkenal nakal dan badung. Tak jarang diantara mereka yang melakukan hal-hal aneh sepeti menjahili kawan, mengobrol, tertawa kecil dan bahkan seejek-ejekan. Emm... walau bagaimana pun itulah siswa-siswi SMA Negeri 1 Simpang.


Selesai melaksanakan Upcara Bendera barulah seluruh siswa masuk kekelasnya masing-masing. Vani yang terlihat gerah berjalan memaksanakan kakinya menuju satu ruangan kelas yang dimana namanya tercantum dalam absen kelas tersebut. "Emmm.. melelahkan sekali" gumamnya dalam hati.
"Hai Van" sapa Okta yang berjalan disampingnya.
"Hai juga" sahut Vani tidak bersemangat.
"Kenapa, kok lemes?" tanya Okta ingin tahu.
"Tidak apa-apa cuma capek saja" jawab Vani singkat.
"Ouhh.... oiya aku mau minta tolong sama kamu, boleh nggx?
"Minta tolong apa?
"Emm.... salamin sama Reny sahabat kamu itu"
Deg,,, jantung Vani terasa bergemuruh, "apaa, Minta salamin sama Reny, oh my god, dimana hati saya, mau saya letakkan dimana rasa cemburu saya, Reny sahabat gue, sementara Okta Idola gue, ahh tidak mungkin, jangan pingsan-jangan pingsan" desis Vani dalam hatinya.
"Van, kok diem?" tanya Okta santai.
"Ouh,, emm... i..iya... nanti aku salamin, kalau dia sudah masuk sekolah" jawab Vani terbata-bata.
"Reni tidak masuk, kenapa?"
"Katanya sih, sakit, nanti aku juga mau ke rumahnya, mau ikut? tawar Vani basa-basi.
"Oke, sepulang sekolah yach, aku tunggu di germbang Oke"
"Oke" timbal Vani lirih.
"Ya udah, selamat belajar Vani...."
"Yach, selamat belajar juga"


Vani yang dari tadi lemes, kini tambah lemes semenjak telinganya mendengar perkataan Okta. "Oh Tuhan... sabarrr" gumam Vani dalam hati. Vani dan Okta akhirnya masuk kekelas mereka masing-masing. Okta yang begitu bersemangat tadinya kini terasa lemah. Ingin sekali ia cepat-cepat menemui Reny, gadis cantik yang ditaksirnya sejak kelas 1 SMA. Gadis Lembut yang murah senyum, meskipun senyumannya tak semanis senyum sahabatnya Vani. tapi gadis itu lah yang membuat Okta merasakan arti Jatuh Cinta.


"Selamat pagi anak-anak" sapa Pak Roby yang terkenal humoris itu.
"Pagi paaakkk..." jawab siswa serempak.
"Baik anak-anak pagi ini Bapak ada urusan, bapak ada tugas untuk kalian mana sekretaris kelas? tanya Pak Roby sambil meletakkan buku cetak Bahasa Indonesia diatas meja. Sinta yang berjabat sebagai sekretaris kelas mau tak mau harus maju kedepan guna mengabulkan perintah Pak Roby. Pak Roby mulai menjelaskan kepada Sinta materi-materi yang harus dicatat di depan kelas. Sementara suasana kelas hening tanpa ada suara siswa yang mengaung.
"Baik anak-anak silahkan catat materi ini. Besok Bapak jelaskan" Perintantah Pak Roby.
"Dimana Pak" Tanya salah satu siswa.
"Dijidat" jawab Pak Roby spontan.
Hahahahaha........ Suara tawa siswa seisi kelas terdengar. Sementara Pak Roby terus melangkah meninggalkan kelas. Sinta mulai menggerakkan jari nya, menulis huruf demi huruf di papan tulis hingga menjadi sebuah rangkaian kalimat dan akhirnya menjadi paragraf serta menjadi sebuah wacana. Emmm.... capek juga pastinya...


Vani tak bergeming dengan perintah Pak Roby melalui tugas yang ditinggalkan oleh Guru Kesukaannya itu. entah kenapa ia hanya ingin merenung, dan memilih diam dari pada menuliskan huruf demi huruf di kertas putik yang dirangkai jadi satu adalah tak lain buku tulisnya. Pikirannya yang gusar membuatnya males dan enggan untuk beraktifitas. Apakah Okta menjadi salah satu factor penyebab kegusaran hatinya saat ini? Eemmm… ntahhlah hanya dia dan Tuhan yang tahu.


***
Teriknya matahari membuat seisi bumi terasa dipanggang habis-habisan, Vani yang dari tadi menunggu Okta di depan pintu gerbang membuatnya kehabisan banyak energi. Ia merasa energinya habis diserap cahaya matahari yang menyengat kulitnya. (eemm… bisa jadi hitam tuh kulitt heee..).


Ssssttt…..
Motor Yamaha Mio Sporty milik Okta melesat didepan Vani. Vani yang terkaget langsung saja menepuk punggung Okta. Sebagai ungkapan rasa kesal dan kagetnya.
“Sakit Tahuu” Keluh Okta.
“Biar” Sanggah Vani.
”Ayok cepetan, nanti kelamaan ayah kamu minta petanggung jawaban sama aku juga, kan berabe …” cetus Okta panjang lebar.
”Huu.. enak saja, emang kita ngapain mau minta pertanggung jawaban, emm dasar Sukirno” timbale Vani.
”Ya makanya cepetan”
”Oke”
Roda motor itu mulai berputar membawa Okta dan Vani menuju rumah Reny yang sedang sakit. Disepanjang perjalanan Vani hanya bisa menikmati angin yang melambai-lambaikan rambutnya. Ia tak peduli lagi dengan hatinya, dengan kecemburuan yang bakal terjadi nantinya, dengan Kekecewaan hatinya terhadap Okta. Tujuannya saat ini adalah ingin tahu bagaimana keadaan Reny sahabatnya itu.  Meskipun ia tak dapat membohongi perasaannya bahwa sebenarnya ia menyukai Okta. Ia ingin Okta yang menjadi raja di hatinya. Namun itu hanyalah sebuah mimpi yang tak akan pernah terjadi dalam kehidupan Vani.


Sesampainya dirumah Reny, Vani dan Okta disambut baik oleh keluarga Reny, terutama ibu Reny yang sangat ramah membuat Okta dan Vani tidak merasa tegang jika berada di dekatnya.
”Sebentar ya nak, ibu panggilkan Reny dulu”
”Iya bu” jawab Vani lembut.
Selang beberapa menit, Reny muncul dihadapan Vani dan Okta. Dengan wajah yang pucat yang tubuh yang lemas, Reny menguatkan diri untuk menemui sahabatnya di ruang tamu. Meski ia merasa tidak kuat untuk bangun dari tempat tidurnya, namun senyumnya tak merasa enggan untuk ia lepaskan sebagai tanda  rindunya terhadap sahabatnya Vani.
“Reny, gimana keadaanmu?” Okta langsung bertanya dan membantu Reny berjalan duduk di kursi. Vani yang terhenti langkahnya karena melihat kegesitan Okta hanya bisa diam dan duduk kembali. Tampak sekali Okta mengkhawatirkan Reny. (Eemm anak muda, lw ada maunya pasti gitu, hehehee).
“Emm.. aku tidak apa-apa, ini hanya sakit-sakit biasa, besok juga paling sudah sembuh” jawab Reny lirih.
”Tapi harus tetep berobat ke dokter lho Ren, biar sakitnya nggx berkelanjutan” jelas Vani singkat.
”Iya… tadi sudah ke dokter” Jawab Reny sembari duduk di samping Vani.
”Trus gimana kata dokternya?”
“Yach,,, katanya gx pa-apa”




Seisi ruangan menjadi hening sejenak. Okta hanya bisa menatap Reny dengan sendu. Ia merasa kasihan melihat Reny yang tampak begitu lemas. Rasanya ia ingin sekali ikut merasakan sakit yang dialamai Reny. Sementara Vani dan Reny terus berbincang-bincang ntah apa yang dibicarakan.



1 comment: