"seminggu lagi Ujian Nasional, apakah aku
bisa melewatinya dengan Hasil yang memuaskan? sekolah mana yang akan mengajakku
untuk lebih mengenal ilmu pendidikan? hmmm ..." Lisya menggumam, mencoba
menghilangkan segala pertanyaan yang sering kali timbul di benaknya. kembali ia
menghembuskan nafasnya yang masih terasa enggan untuk dikeluarkan. Lisya
melirik jam tangan yang melingkar dilengannya, jarum jam telah menunjukkan
pukul 10.25. sebentar lagi bel tanda istirahat berakhir. Namun baru beberapa
siswa saja yang sudah memasuki ruang kelas, lebih dari setengah teman
sekelasnya belum memasuki ruangan. Lisya mengangkat lengannya dan menariknya
bersamaan kearah atas kepalanya. "hmmm,,,, semangat". Desisnya dalam
hati.
"Lis," panggil Ani yang baru saja masuk
ruang kelasnya. Langkah ani yang tergolong cepat mulai mendekati keberadaan
Lisya.
"ada apa An" tanya Lisya dengan suara
lembut.
"aku dapat informasi, dengar-dengar siswa
yang mendapat nilai murni matematika diatas 60,00 akan mendapat hadiah dari bu
Mei" jelas Ana .
"emm,,, lantas apa hubungannya
denganKu" tanya Lisya heran.
"Ya ampun,,, Lisya, apa kamu tak ada minat
untuk mendapatkan hadiah itu, lumayan lhoo,,,, dah dapat nilai bagus, dapat
juga hadiah, siapa yang tidak mau di beri hadiah Lisya"
"Iya,,, aku tahu, tapi apakah aku mampu? aku
bodoh masalah Matematika Ana, belajar 1 Minggu penuh pun rasanya tidak mungkin
untuk mendapat kan
nilai Murni 60.00 " jelas Lisya panjang lebar.
"Lisya, apa sih yang tidak mungkin di dunia
ini? asalkan kamu mau berusaha dan belajar terus, insyaallah kamu
bisa"
Lisya hanya diam, seraya memikirkan kata-kata Ana
yang baru saja di dengarnya. sementara Ana hanya menatap wajah Lisya yang
tampak bingung. "Tettttt,,, tettt" suara bel berbunyi, Ana langsung
duduk di samping Lisya yang masih saja diam tanpa kata. Selang beberapa menit
Bu Mei yang mengajar mata pelajaran matematika itu pun masuk keruang kelas,
suara siswa yang tadinya ramai seperti pasar pagi yang baru saja membuka
obralan baju murah, sesaat menjadi hening. Bu Mei mulai melakukan aktifitasnya
diatas meja yang sudah menjadi kebiasaannya setiap jam mengajar. mulai membuka
buku absensi dan mengabsen siswa satu
persatu.
“baiklah anak-anak , minggu kemarin ibu tidak
bisa mengajar kalian karena ada urusan penting, tapi ibu sudah meninggalkan
tugas untuk kalian, sudah dikerjakan belum?” Tanya bu Mei sambil mengambil buku
yang ada di meja.
“sudah bu” jawab siswa hampir berbarengan.
“O, iya ibu ada informasi, ibu berniat untuk
memberikan hadiah kepada siswa yang mendapatkan nilai matematika diatas 60,00
dengan hasil yang murni, ibu berharap dari sekian banyak siswa kelas IX di
Sekolah kita ini ada yang mampu mencapainya, dan jangan lupa UN sudah dekat,
jadi jangan bermalas-malas lagi dalam belajar, waktu bermainnya dikurangi,
supaya bisa menghadapi UN dengan hasil yang bagus”. Jelas Bu Mei Hertati yang
dikenal sebagai guru terapi di sekolah SMP N. 1 Harapan.
“Tuh kan
bener, informasi aku tuh tidak salah Lis,” sambung Ana dengan suara lirih
kepada Lisya yang lagi asyik menggoyang-goyangkan Pulpennya.
“kalau menurut aku Lis ya, aku yakin kamu pasti
bisa untuk mendapatkan nilai di atas 60,00 itu, yakinlah, asalkan kamu mau
berusaha” sambung Ana.
Lisya masih saja diam tanpa mengeluarkan sepatah
kata pun. Dia masih asyik dengan pikirannya sendiri, tanpa memperdulikan
ocehan-ocehan Ana juga Bu Mei yang sedang mengajar dikelasnya. Entah kenapa
hari ini merupakan hari yang membosankan bagi Lisya. Padahal sudah berulang
kali ia mengaturkan kata-kata semangat di benaknya. Tapi tetap saja itu tidak
mengubah kebosanannya.
*** Beberapa minggu Kemudian ***
Lisya terlonjak kegirangan setelah mengetahui
nilai Matematika diatas 60,00. betapa tidak hanya 5 orang siswa yang
mendapatkan nilai diatas 60,00. Ternyata usaha Lisya selama 1 minggu untuk
lebih mengenali Matematika itu tidak sia-sia. Ia benar-benar mendapatkan hasil
yang bagus di bandingkan dengan teman-temannya. Ditambah lagi NIM Ujian
Nasional Lisya tidak kalah saingan dengan teman-temannya yang tergolong pintar
disekolahnya.
Pendaftaran siswa baru jenjang SMA pun telah
dibuka. Keinginan Lisya untuk melanjutkan sekolahnya ke SMA Negeri 1 Harapan
pun terlepas. Karena keinginan yang berbeda dari dirinya dan orang tuanya.
Orang tua Lisya yang menginginkan Lisya untuk melanjutkan sekolahnya di SMA
Negeri 2 Harapan tidak bisa Lisya kelaknya, apalagi itu merupakan pendapat
ayahnya yang tergolong agak keras. Sekuat apapun alasan Lisya pasti tidak akan
mengubah pikiran ayahnya. Namun Lisya tak berberat hati, jika itu bisa membuat
ia tetap sekolah, sekolah dimanapun ia mau. Yang penting ia tidak putus
sekolah.
Beberapa hari kemudian. Penerimaan siswa baru
tahap pertama di SMA Negeri 2 Harapan telah diumumkan melalui media massa. Namun betapa Sedih
dan Kecewanya Lisya karena ia tidak tertera dalam daftar nama siswa yang
diterima di tahap pertama sementara ia telah didaftarkan oleh Kepala Sekolah.
Lisya mulai mencari tahu kenapa ia tidak diterima di SMA Negeri 2 Harapan.
Padahal jika dilihat dari NIM siswa yang diterima, NIM Lisya masih bisa
dikategorikan lolos dalam penerimaan siswa tahap pertama.
Keesokan harinya, Lisya dan 2 temannya, Raffi dan
Dien pergi menuju SMA negeri 2 Harapan dengan membawa berkas-berkas pendaftaran
dan pesan dari Bu Mei yang mendukung tindakan Lisya.
Sesampai di SMA Negeri 2 Harapan, Lisya
benar-benar bingung. Apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu, 1 orang pun tak
ada yang ia kenal. Jangankan melihat mereka saja pun belum pernah. Akhirnya ia
memberanikan diri menghadap seorang guru yang ada di ruang PSB. Rosdiana, yah,
Rosdiana nama guru tersebut.
“Emm, maaf bu, mau tanya” sapa Lisya bersikap
sopan.
“tanya apa ? “ jawab Bu Rosdiana
“kenapa nama kami tidak ada di daftar siswa yang
diterima di SMA ini?” tanya Lisya dengan nada lembut dan gemetar.
“berarti kamu tidak diterima” jawab Bu Rosdiana
agak Ketus.
“Tapi, maaf bu jika dilihat dari NIM kami, kami
masuk di SMA ini” sambung Lisya dengan rasa takut dan gemetar.
“berapa NIM kamu?” tanya Bu’ Rosdiana dengan
suara masih tergolong kasar.
“30,30” jawab Lisya mencoba tenang.
Bu Rosdiana terdiam seraya berfikir, diambilnya
berkas-berkas yang dibawa oleh Lisya. “coba kamu menghadap Pak Luky” perintah
Bu Rosdiana dengan suara yang sudah kembali lembut dan enak didengar. Disini
lah Lisya dibuat bingung kembali, ia tidak pernah tahu dan tidak pernah kenal
dengan yang namanya Pak Luky. Kesana kemri ia bersama temannya mencari yang
namanya Pak Luky, bingung, takut, malu, ragu, itu yang dirasakan Lisya ketika
itu. Akhirnya ia memberanikan diri bertanya kepada seorang guru yang ternyata
itu adalah Pak Luky. Emm malu dech jadinya…
***
Dengan usaha yang butuh keberanian dan semangat
yang kuat tanpa bantuan dan pendamping dari orang tuanya apa lagi dari
saudaranya yang tidak pernah tahu bahkan tak ingin tahu tentang keluhan dan
semangat Lisya hari itu. Akhirnya Lisya dan kedua temannya dapat mengikuti Tes
penerimaan siswa baru tahap ke 2. Namun sangat disayangkan, salah satu dari
temannya tidak lolos dalam tes tahap kedua. Emm…. Sedih bercampur gembira.
Mungkin nasib itulah yang diberikan tuhan untuk temannya. Lisya tak dapat
berbuat apa-apa selain berdoa semoga temannya masih tetap dapat melanjutkan
pendidikannya disekolah lain.
Selesai
No comments:
Post a Comment